Jumat, 08 Januari 2016

Light Cruiser Jintsuu



PENGENALAN

Jintsuu adalah 'adik' dari Sendai, atau kapal kedua dari lini kelas Sendai. Pada saat itu, kelas Sendai merupakan kapal penjelajah ringan Jepang seberat 5.500 ton yang paling modern. Sebagai bagian dari program "Armada 88", pembangunannya dimulai pada 4 Agustus 1922 di Kobe tepatnya di Galangan Kapal Kawazaki.


Aslinya, ia direncanakan menjadi kapal ketiga dari kelas Sendai. Namun, Naka yang pada saat itu direncanakan sebagai kapal kedua kelas Sendai dan sedang dibangun di Yokohama, justru rusak parah akibat bencana alam Gempa Bumi Kanto pada 1923. Oleh karenanya, Jintsuu menjadi kapal kedua kelas Sendai.

Saat Perang Dunia II dimulai, armada kapal penjelajah ringan milik Jepang bisa dikatakan sudah ketinggalan zaman. Namun, sampai selesai dibangunnya kapal kelas Agano, kelas Sendai tetap menjadi ujung tombak IJN di kawasan Pasifik.


SPESIFIKASI

Kapal kelas Sendai memiliki fitur unik berupa empat tungku yang tidak bisa ditemukan di kelas-kelas lainnya. Desain semacam ini dikarenakan oleh sebuah prediksi pada awal program "Armada 88", bahwa akan terjadi defisit minyak bumi di Jepang pada saat satu dekade mendatang. Jadi desain ini dipilih untuk mendayagunakan mesin pembakaran hybrid minyak-batu bara secara optimal. Dan ketiga kapal kelas Sendai memiliki spesifikasi persenjataan yang sama.


SEJARAH PRA PERANG DUNIA II

Menyadari keunggulan Amerika dalam hal jumlah dan sumber daya alam, Kekaisaran Jepang memutuskan untuk menutupi kelemahan dalam hal kuantitas dengan melakukan latihan intensif siang-malam selama satu minggu penuh*.

Dalam salah satu latihan tersebut, sebuah kecelakaan yang langka terjadi. Pada tanggal 24 August 1927, saat latihan pertarungan malam berskala besar di tengah-tengah kegelapan, Jintsuu menabrak kapal perusak Warabi. Malang bagi Warabi karena tabrakan tersebut menyebabkan dirinya terbelah menjadi dua dan tenggelam. Sedangkan haluan kapal Jintsuu mengalami kerusakan parah. Naka yang beroperasi bersama-sama dengan Jintsuu mencoba untuk menghindari kecelakaan tersebut, namun ia justru menabrak kapal perusak Ashi. Insiden tabrakan berganda yang langka ini kelak dikenal sebagai Insiden Mihonoseki. Keduanya lalu dikawal oleh Kongou menuju galangan kapal perbaikan.

Karena insiden itu, Jintsuu harus mengalami perbaikan dan remodel dimana haluannya diperbaharui dan menciptakan model haluan dengan lekuk berganda. Kelak, haluan kapalnya akan menjadi model haluan kapal untuk kapal kelas Agano sebagai penerusnya.

Setelah mengalami perbaikan, Jintsuu langsung terlibat dalam Perang Sino-Japanese Kedua terutama untuk tugas pengawalan pendaratan pasukan marinir dan patroli di provinsi Shandong.


SEJARAH PERANG DUNIA II

Satu dekade sampai menjelang meletusnya Perang Dunia II, Jintsuu ditugaskan sebagai flagship untuk Skuadron Destroyer 2, yang merupakan kekuatan serang utama dari armada gabungan IJN. Ia berada di posisi itu selama 10 tahun, sebagai pemimpin dan pelatih dari berbagai model kapal perusak yang datang silih berganti. Dan akhirnya, ia menjadi 'wajah' dari skuadron torpedo IJN sampai tirai pembukaan perang dimulai.

Pada saat penyerangan ke Pearl Harbor, Jintsuu ditempatkan di pangkalan Palau dan terlibat dalam invasi ke Mindanao, Filipina. Pada akhir Desember 1941, Jintsuu dipindahkan orientasi militernya dari Filipina ke Hindia Belanda dengan membawahi Divisi Destroyer 15 dan 16. Dan pada tanggal 9 Januari 1942, Jintsuu memulai penyerangannya ke pangkalan militer Belanda di Manado, Sulawesi. Berturut-turut Jintsuu dan armadanya melumpuhkan pangkalan militer Belanda di Ambon, pangkalan militer Portugis di Timor, dan kemudian Jawa Timur.

Dalam Pertempuran Laut Jawa pada 27 Februari 1942 yang menjadi fase terakhir operasi penaklukan Jawa oleh Jepang, tepatnya di sebelah utara Laut Surabaya, armada yang dipimpin Jintsuu akhirnya berhadapan frontal dengan ABDACOM yang dipimpin Admiral Karel Doorman. Berikut adalah susunan armada masing-masing negara:

• IJN (Kekaisaran Jepang)
            • Light Cruiser: Jintsuu, Naka
            • Heavy Cruiser: Nachi, Haguro
            • Destroyer: Inazuma
            • Divisi Destroyer 7: Ushio, Sazanami, Yamakaze, Kawakaze
            • Divisi Destroyer 16: Yukikaze, Tokitsukaze, Amatsukaze, Hatsukaze

• ABDACOM (Amerika-Inggris-Belanda-Australia)
            • Light Cruiser: HNLMS De Ruyfer, HMAS Perth, HNLMS Java
            • Heavy Cruiser: HMS Exeter, USS Houston
           • Destroyer: HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter, HNLMS Kortenaer, HNLMS Witte de With, USS Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Ford, USS Paul Jones.

Setelah keberhasilan menghancurkan pertahanan terakhir Sekutu di Hindia Belanda, Jintsuu dikirim pulang ke Kure untuk mendapatkan perbaikan. Saat Pertempuran Midway terjadi, Jintsuu ditugaskan untuk mengawal konvoi kapal transportasi logistik dan minyak. Namun, sayangnya tugasnya gagal dan Jintsuu akhirnya dipindahkan ke armada Mikawa dan bersiap untuk menuju Kepulauan Solomon.

Sebelum tirai Pertempuran Solomon Timur dibuka, Admiral Tanaka di dalam Jintsuu memperoleh bala bantuan dari Admiral Yamamoto berupa pengiriman armada yang dipimpin Admiral Nagumo, yaitu: Shokaku, Zuikaku, Ryujo, Hiei, Kirishima, Suzuya, Kumano, Chikuma, Tone, dan Nagara setelah adanya kabar kehadiran 20 kapal induk Amerika Serikat di kawasan itu.

24-25 Agustus 1944, Pertempuran Solomon Timur dimulai. Pada awalnya Jintsuu harus mengawal Ryuujo, namun Ryuujo karam oleh 4 bom dan 1 torpedo dari pesawat milik USS Saratoga. Setelah Ryuujou karam, Jintsuu harus bertempur menghindari 6 pesawat pembom dari USMC Douglas sambil melindungi konvoi kapal transportasinya. Saat terkena bom, Jintsuu menyerahkan posisi flagship nya kepada kapal perusak Kagerou, dan mundur untuk selanjutnya diperbaiki oleh Akashi di Truk selama satu bulan.

Pertempuran terakhir Jintsuu terjadi di Pertempuran Kolombangara pada 13 Juli 1943. Untuk bisa membantu penyerangan torpedo dari armada kapal perusaknya (Yukikaze, Hamakaze, Yugure, Mikazuki, dan Kiyonami) Jintsuu memutuskan untuk mengambil risiko dengan menyalakan lampu suar pencari. Ini membuat posisinya ketahuan dan menjadikannya target bulan-bulanan 3 kapal penjelajah berat dan 10 kapal perusak.
Namun meskipun api mulai menyebar di atasnya, Jintsuu tetap menyalakan lampu suarnya dan terus meluncurkan torpedonya. Bahkan ketika lambung kapalnya mulai terbelah dua, kru kapalnya masih tetap tinggal untuk menembakkan meriam-meriamnya ke arah musuh. Pada akhirnya, Jintsuu karam terbelah dua setelah menerima kurang lebih 2.600 peluru meriam di tubuhnya, dan setelah Yukikaze mengambil alih posisi flagship-nya.

Pada akhirnya, Jintsuu telah  melakukan tugasnya sebagai pemimpin skuadron dengan baik, bahkan jika ia harus mengorbankan nyawanya untuk melindungi para bawahannya. Di atas semua itu, para sejarawan Jepang setuju menobatkan Jintsuu sebagai kapal Jepang yang bertempur paling sengit dan gigih sepanjang sejarah Perang Pasifik.



Sumber : http://kancolle-ukw.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar