PENGENALAN
Jintsuu adalah 'adik' dari Sendai, atau kapal kedua dari
lini kelas Sendai. Pada saat itu, kelas Sendai merupakan kapal penjelajah
ringan Jepang seberat 5.500 ton yang paling modern. Sebagai bagian dari program
"Armada 88", pembangunannya dimulai pada 4 Agustus 1922 di Kobe
tepatnya di Galangan Kapal Kawazaki.
Aslinya, ia direncanakan menjadi kapal ketiga dari kelas
Sendai. Namun, Naka yang pada saat itu direncanakan sebagai kapal kedua kelas
Sendai dan sedang dibangun di Yokohama, justru rusak parah akibat bencana alam
Gempa Bumi Kanto pada 1923. Oleh karenanya, Jintsuu menjadi kapal kedua kelas
Sendai.
Saat Perang Dunia II dimulai, armada kapal penjelajah
ringan milik Jepang bisa dikatakan sudah ketinggalan zaman. Namun, sampai
selesai dibangunnya kapal kelas Agano, kelas Sendai tetap menjadi ujung tombak
IJN di kawasan Pasifik.
SPESIFIKASI
Kapal kelas Sendai memiliki fitur unik berupa empat
tungku yang tidak bisa ditemukan di kelas-kelas lainnya. Desain semacam ini
dikarenakan oleh sebuah prediksi pada awal program "Armada 88", bahwa
akan terjadi defisit minyak bumi di Jepang pada saat satu dekade mendatang.
Jadi desain ini dipilih untuk mendayagunakan mesin pembakaran hybrid
minyak-batu bara secara optimal. Dan ketiga kapal kelas Sendai memiliki
spesifikasi persenjataan yang sama.
SEJARAH PRA
PERANG DUNIA II
Menyadari keunggulan Amerika dalam hal jumlah dan sumber
daya alam, Kekaisaran Jepang memutuskan untuk menutupi kelemahan dalam hal
kuantitas dengan melakukan latihan intensif siang-malam selama satu minggu
penuh*.
Dalam salah satu latihan tersebut, sebuah kecelakaan yang
langka terjadi. Pada tanggal 24 August 1927, saat latihan pertarungan malam
berskala besar di tengah-tengah kegelapan, Jintsuu menabrak kapal perusak
Warabi. Malang bagi Warabi karena tabrakan tersebut menyebabkan dirinya
terbelah menjadi dua dan tenggelam. Sedangkan haluan kapal Jintsuu mengalami
kerusakan parah. Naka yang beroperasi bersama-sama dengan Jintsuu mencoba untuk
menghindari kecelakaan tersebut, namun ia justru menabrak kapal perusak Ashi.
Insiden tabrakan berganda yang langka ini kelak dikenal sebagai Insiden
Mihonoseki. Keduanya lalu dikawal oleh Kongou menuju galangan kapal perbaikan.
Karena insiden itu, Jintsuu harus mengalami perbaikan dan
remodel dimana haluannya diperbaharui dan menciptakan model haluan dengan lekuk
berganda. Kelak, haluan kapalnya akan menjadi model haluan kapal untuk kapal
kelas Agano sebagai penerusnya.
Setelah mengalami perbaikan, Jintsuu langsung terlibat
dalam Perang Sino-Japanese Kedua terutama untuk tugas pengawalan pendaratan
pasukan marinir dan patroli di provinsi Shandong.
SEJARAH
PERANG DUNIA II
Satu dekade sampai menjelang meletusnya Perang Dunia II,
Jintsuu ditugaskan sebagai flagship untuk Skuadron Destroyer 2, yang merupakan
kekuatan serang utama dari armada gabungan IJN. Ia berada di posisi itu selama
10 tahun, sebagai pemimpin dan pelatih dari berbagai model kapal perusak yang
datang silih berganti. Dan akhirnya, ia menjadi 'wajah' dari skuadron torpedo
IJN sampai tirai pembukaan perang dimulai.
Pada saat penyerangan ke Pearl Harbor, Jintsuu
ditempatkan di pangkalan Palau dan terlibat dalam invasi ke Mindanao, Filipina.
Pada akhir Desember 1941, Jintsuu dipindahkan orientasi militernya dari
Filipina ke Hindia Belanda dengan membawahi Divisi Destroyer 15 dan 16. Dan pada
tanggal 9 Januari 1942, Jintsuu memulai penyerangannya ke pangkalan militer
Belanda di Manado, Sulawesi. Berturut-turut Jintsuu dan armadanya melumpuhkan
pangkalan militer Belanda di Ambon, pangkalan militer Portugis di Timor, dan
kemudian Jawa Timur.
Dalam Pertempuran Laut Jawa pada 27 Februari 1942 yang
menjadi fase terakhir operasi penaklukan Jawa oleh Jepang, tepatnya di sebelah
utara Laut Surabaya, armada yang dipimpin Jintsuu akhirnya berhadapan frontal
dengan ABDACOM yang dipimpin Admiral Karel Doorman. Berikut adalah susunan
armada masing-masing negara:
• IJN (Kekaisaran Jepang)
• Light
Cruiser: Jintsuu, Naka
• Heavy
Cruiser: Nachi, Haguro
• Destroyer:
Inazuma
• Divisi
Destroyer 7: Ushio, Sazanami, Yamakaze, Kawakaze
• Divisi
Destroyer 16: Yukikaze, Tokitsukaze, Amatsukaze, Hatsukaze
• ABDACOM (Amerika-Inggris-Belanda-Australia)
• Light
Cruiser: HNLMS De Ruyfer, HMAS Perth, HNLMS Java
• Heavy
Cruiser: HMS Exeter, USS Houston
• Destroyer:
HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter, HNLMS Kortenaer, HNLMS Witte de With, USS
Alden, USS John D. Edwards, USS John D. Ford, USS Paul Jones.
Setelah keberhasilan menghancurkan pertahanan terakhir
Sekutu di Hindia Belanda, Jintsuu dikirim pulang ke Kure untuk mendapatkan
perbaikan. Saat Pertempuran Midway terjadi, Jintsuu ditugaskan untuk mengawal
konvoi kapal transportasi logistik dan minyak. Namun, sayangnya tugasnya gagal
dan Jintsuu akhirnya dipindahkan ke armada Mikawa dan bersiap untuk menuju
Kepulauan Solomon.
Sebelum tirai Pertempuran Solomon Timur dibuka, Admiral
Tanaka di dalam Jintsuu memperoleh bala bantuan dari Admiral Yamamoto berupa
pengiriman armada yang dipimpin Admiral Nagumo, yaitu: Shokaku, Zuikaku, Ryujo,
Hiei, Kirishima, Suzuya, Kumano, Chikuma, Tone, dan Nagara setelah adanya kabar
kehadiran 20 kapal induk Amerika Serikat di kawasan itu.
24-25 Agustus 1944, Pertempuran Solomon Timur dimulai.
Pada awalnya Jintsuu harus mengawal Ryuujo, namun Ryuujo karam oleh 4 bom dan 1
torpedo dari pesawat milik USS Saratoga. Setelah Ryuujou karam, Jintsuu harus
bertempur menghindari 6 pesawat pembom dari USMC Douglas sambil melindungi
konvoi kapal transportasinya. Saat terkena bom, Jintsuu menyerahkan posisi
flagship nya kepada kapal perusak Kagerou, dan mundur untuk selanjutnya
diperbaiki oleh Akashi di Truk selama satu bulan.
Pertempuran terakhir Jintsuu terjadi di Pertempuran
Kolombangara pada 13 Juli 1943. Untuk bisa membantu penyerangan torpedo dari
armada kapal perusaknya (Yukikaze, Hamakaze, Yugure, Mikazuki, dan Kiyonami)
Jintsuu memutuskan untuk mengambil risiko dengan menyalakan lampu suar pencari.
Ini membuat posisinya ketahuan dan menjadikannya target bulan-bulanan 3 kapal
penjelajah berat dan 10 kapal perusak.
Namun meskipun api mulai menyebar di atasnya, Jintsuu
tetap menyalakan lampu suarnya dan terus meluncurkan torpedonya. Bahkan ketika
lambung kapalnya mulai terbelah dua, kru kapalnya masih tetap tinggal untuk
menembakkan meriam-meriamnya ke arah musuh. Pada akhirnya, Jintsuu karam
terbelah dua setelah menerima kurang lebih 2.600 peluru meriam di tubuhnya, dan
setelah Yukikaze mengambil alih posisi flagship-nya.
Pada akhirnya, Jintsuu telah melakukan tugasnya sebagai pemimpin skuadron
dengan baik, bahkan jika ia harus mengorbankan nyawanya untuk melindungi para
bawahannya. Di atas semua itu, para sejarawan Jepang setuju menobatkan Jintsuu
sebagai kapal Jepang yang bertempur paling sengit dan gigih sepanjang sejarah
Perang Pasifik.
Sumber : http://kancolle-ukw.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar